Selasa, 27 Januari 2009

“MENDENGAR MASALAH DAN BUKAN SOLUSI”

oleh : Arthur Sihombing

Buruknya kinerja PLN akhir-akhir ini khususnya di Riau diakui oleh pihak PLN seperti dikatakan oleh Tagor (Manajer Teknik) dalam seminar yang ditaja oleh Tribun Pekanbaru di Hotel Mutiara Merdeka yang mewakili Herbet Aritonang (GM PLN wilayah Riau dan Kepri). Hal ini terjadi karena ketidakmampuan pasokan listrik oleh PLN dalam memenuhi standar yang dibutuhkan yaitu sekitar 235 MW. Sampai sekarang PLN hanya mampu menyuplai sebesar 159 MW, yang berarti mengalami defisit sebesar 74 MW.
Desifit ini merupakan pembagian secara proporsional dari seluruh deficit yang dialami oleh PLN Sumatra bagian tengah antara lain Sumbar, Riau dan Jambi, seperti diungkapkan oleh Manajer Perencanaan PLN wilayah Riau dan Kepri. Dari 34 unit pembangkit, masih mengalami defisit sebesar 140 s/d 200 MW. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan PLN untuk berinvestasi dalam pengembangan PLN melalui pembangunan pembangkit. Masalahnya, PLN mengenakan tarif yang diatur oleh pemerintah dengan biaya yang relatif rendah yaitu dengan rata-rata penjualan Rp 665 per kwh. Dengan tariff yang relatif ini, sangat sulit bagi PLN untuk mengumpulkan dana untuk pengembangan.
Ada upaya yang sudah dilakukan untuk memperbaiki ketersediaan listrik di Pekanbaru yaitu kerjasama PLN dengan Pemko Pekanbaru. Pemko memberikan sumbangan sebesar Rp 7,5 M untuk jaringan. Hal inti dari kerjasama itu menyangkut perbaikan pasokan listrik di Rumbai dengan menambah satu buah travo, Tenayan Raya dengan perbaikan jaringan, dan Rumbai Pesisir.
Ada solusi yang ditawarkan oleh Pak Tampubolon mewakili MKI yaitu dengan menyewa pembangkit. Tapi masalahnya, “siapakah yang menyewa”, seperti dikatakan perwakilan dari Distamben. Menjadi suatu masalah lagi dan tidak ada solusi. Distamben mengatakan ada rencana pembangunan pembangkit di Riau dengan melibatkan investor dari Qatar konsorsium dengan PT Ridiatama Energi, PT Bukit Asam dan Indonesia Power, PT Primanaya dengan nama proyek PLTU Mulut Tambang Peranap di Kabupaten Inhu. Program ini hampir belum ada kepastian karena pengumuman pemenang lelang belum dikeluarkan oleh Pusat, yang rencananya diumumkan Februari 2009 dan sebelumnya rencana pengumuman adalah pada Desember 2008. Menurut pengakuan Distamben, apabila tidak segera diumumkan selambat-lambatnya pada bulan Juli, maka Investor (Qatar) akan membatalkan niatnya untuk ikut serta dalam pembangunan PLTU Mulut Tambang.
Dari sejumlah hal diatas, yang ada hanya masalah dan solusi masih jauh. Upaya-upaya untuk membenahi pasokan listrik masih hanya dalam proses, yaitu proses masalah. Dalam pemaparan para nara sumber, khususnya dari pihak PLN hanya mengungkapkan masalah yang membelit dan bukan solusi konkret. Pertanyaan para penanya yang ikut dalam seminar hanya dijawab dengan kata maaf dan curhat masalah yang membelit PLN.
Tidak bisa dipungkiri, PLN hanyalah operator. PLN dibatasi oleh regulasi yang sulit untuk dilanggar. PLN ibarat boneka dan bukan pembuat scenario kebijakan. PLN menjadi media amukan masyarakat dan Pusat tenang-tenang saja.
Sesuai dengan amanah UUD 45 pasal 33, bahwa semua asset strategis yang menyangkut kehidupan masyarakat luas dikuasai oleh Negara. Itulah yang mungkin membuat pelayanan kepada masyarakat tidak optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah (BUMN) menjadi penguasa. PLN sebagi BUMN tidak mendapat saingan sama sekali. Mungkin inilah yang membuat PLN tidak ambil pusing karena perusahaan ini juga merupakan pesero.
Menurut renana akan ada lagi pertemuan yang ketiga yang akan diselenggarakan oleh Distamben. Mudah-mudahan dalam pertemuan ini sudah ada solusi konkret yang siap diimplementasikan.


Penulis adalah Ketua IMBR

ASAL USUL MARGA SIHOMBING - LUMBANTORUAN

Lumbantoruan merupakan salah satu marga dari suku Batak, diwarisi oleh semua yang bermarga Lumbantoruan, baik lelaki maupun wanita dari garis keturunan Bapak secara turun-temurun. Lumbantoruan yang pertama bergelar BORSAK SIRUMONGGUR, merupakan anak kedua dari Sihombing yang mempunyai 4 orang anaklaki-laki dengan urutan sebagai berikut:

Silaban gelar Borsak Junjungan
Lumbantoruan gelar Borsak Sirumonggur
Nababan gelar Borsak Mangatasi
Hutasoit gelar Borsak Bimbinan.

Marga yang diwarisi oleh keturunan masing-masing adalah Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit. Keempat gelar tersebut sering dipakai sebagai nama perkumpulan marga oleh keturunan yang bersangkutan di perantauan, atau sebagai nama nenek moyang dari marga yang bersangkutan. Misalnya marga Lumbantoruan, pomparan(keturunan) dari Borsak Sorumonggur.

Perlu dicatat bahwa mayoritas orang yang bermarga Lumbantoruan memakai marga Sihombing, sedangkan yang bermarga Silaban, Nababan, dan Hutasoit hanya sedikit yang memakaimarga Sihombing.

Mengingat keturunan dari masing-masing marga telah banyak jumlahnya, maka sejak puluhan tahun yang lalu telah disepakati oleh keturunan dari empat bersaudara: Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit untuk boleh saling mengawini. Artinya,lelaki dari masing-masing marga ini boleh mengawini perempuan marga lainnya dari kelompok empat marga yang bersaudara tersebut. Persetujuan nikah tersebut di dalam upacara tastas bombong.

MENGAPA MARGA ITU PERLU?
Sejak dulu Orang Batak telah mempunyai marga. Marga memegang peranan dalam adat istiadat, budaya, pergaulan, dan kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Batak, khususnya dalam rangka melaksanakan falsafah Dalihan na Tolu. Selama- orang masih mengaku dirinya sebagai Orang Batak ia akan tetap memerlukan marganya di dalam penyelenggaraan adat istiadat, budaya, dan tata krama pergaulan di dalam masyarakat, sekalipun ia hidup di perantauan.

Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. J adi, marga itu –umpanya Lumbantoruan– dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.

SEJAK KAPAN MARGA LUMBANTORUAN ITU ADA?
Di dalam kehidupan sosial dan pergaulan Orang Batak, masing-masing orang yang semarga perlu mengetahui silsilah dan nomor silsilah masing-masing. Kenapa silsilah perlu diketahui adalah untuk membedakan teman semarga yang kita hadapi itu apakah merupakan haha doli (abang) atau anggi doli (adik). Sedangkan gunanya mengetahui nomor silsilah adalah agar kita mengetahui apakah teman semarga yang kita hadapi itu termasuk golongan Bapak, Kakek, Anak, atau Cucu.

Nomor silsilah nenek moyang kita, Borsak Sorumonggur adalah nomor 1. Nomor silsilah anaknya adalah nomor 2, sedangkan cucunya adalah nomor 3, demikian seterusnya. Apabila seorang memiliki silsilah bemomor 15, maka ia akan menyebut marga Lumbantoruan bemomor silsilah 14 sebagai Bapak dan yang bemomor silsilah 16 sebagai Anak.

Dengan memperhatikan nomor silsilah bermarga Lumbantoruan di Jabodetabek, nomor silsilah generasi Lumbantoruan yang hidup sekarang bervariasi, mulai dari nomor 14 sampai dengan nomor 19. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa marga Lumbantoruan sudah ada sejak sekita 3 - 4 abad yang silam.

DI MANAKAH TEMPAT BERMUKIM MARGA LUMBANTORUAN?
Semula, Sihombing bermukim di Pulau Samosir. Mungkin untuk memperoleh ruang hidup yang lebih baru dan lebih baik ia bersama keempat anaknya: Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja.

Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian keturunan Sihombing bermigrasi (pindah) ke dataran tinggi, atau disebut juga Humbang, Semula, keturunan Lumbantoruan mendirikan kampung dekat Lintongnihuta, namanya, Sipagabu. Dari Sipagabu inilah secara bertahap keturunan Lumbantoruan berpencar dii daerah Humbang, yaitu:

a) Lintongnihuta dan sekitarnya
b) Bahalbatu dan sekitarnya
c) Sibaragas dan sekitarnya
d) Sipultak dan sekitarnya
e) Butar dan sekitarnya.

Di tiga daerah pertama bermukim keturunan Hutagurgur Lumbantoruan, anak sulung Lumbantoruan. Di Butar dan sekitarnya bermukim keturunan Toga Hariara Lumbantoruan, anak kedua (bungsu) dari Lumbantoruan. Di keempat daerah tersebut marga Lumbantoruan merupakan mayoritas ketimbang marga-mara yang lain. Selain di empat daerah itu, keturunan Lumbantoruan juga berbaur dengan Silaban, Nababan, dll
Hutasoit di luar Humbang, persisnya di sekitar Pahae yang berbatasan dengan Angkola. Di Tipang sendiri sampai sekarang masih tinggal bermukim sekelompok Lumbantoruan keturunan Mambirjalang, dalam hal ini Pareme dan Nasorasabat.
Perlu juga diketahui tempat pemukiman ketiga marga keturunan Sihombing (Silaban, Nababan, dan Hutasoit) di Humbang, yaitu:

1. Silaban di Silabanrura, Butar
2. Nababan di Nagasaribu, Lumban Tonga-tonga Paniaran, Sipariama, dan Lumban
Motung dan sekitarnya.
3. Hutasoit di Siborong-borong, Butar, Lintongnihuta, dan sekitarnya.

Untuk beberapa abad, persawahan dan pertanian di tempat pemukiman Lumbantoruan masih terasa cukup. Akan tetapi, seiring dengan percepatan pertumbuhan keturunan Lumbantoruan yang cepat berlipat ganda, persawahan dan pertanian pun semakin terbatas. Sejak itulah keluarga-keluarga Lumbantoruan bermigrasi ke tempat lain. Pada masa Perang Kemerdekaan, perpindahan keluarga-keluarga Lumbantoruan makin meningkat ke daerah Sumatera Timur. Secara bertahap hingga sekarang keluarga-keluarga Lumbantoruan (terlebih generasi mudanya) banyak yang pindah ke tempat lain, tersebar hingga ke kota-kota besar dan pulau-pulau lainnya.
Akibatnya sekarang, banyak kampung di Humbang, daerah asal Lumbantoruan, mayoritas penduduknya adalah orang-orang yang sudah tua. Banyak para pemuda meninggalkan kampung halamannya untuk sekolah atau untuk memperoleh hidup yang lebih baik. Di Jakarta, mereka mempunyai Parsadaan (perkumpulan) yang diberi nama Parsadaan Borsak Sirumonggur Sihombing Lumbantoruan Dohot Boru & Bere Se�Jabotabekdep dan sekitarnya.

SIAPAKAH YANG BERMARGA LUMBANTORUAN?
Yang bermarga Lumbantoruan adalah :
1.Pada dasarnya semua orang, lelaki dan wanita, yang mewarisi marga tersebut
melalui garis bapaknya.
2.Semua perempuan non-Batak yang sudah diberi (diampehon) marga boru Lumbantoruan
melalui proses adat atas permintaanya sendiri dan (calon) suaminya. Suaminya
adalah bere dari salah satu keluarga Lumbontoruan, atau anak atau keturunanya dari
saudara perempuannya.
3.Semua lelaki non-Lumbantoruan yang diadopsi oleh salah satu keluarga Lumbantoruan.

BAGAIMANA PEREMPUAN ATAU LELAKI NON-LUMBANTORUAN BISA MENJADI LUMBANTORUAN?
Seperti dikemukakan di atas sudah makin banyak keluarga Lumbantoruan yang berdomisili jauh dari daerah asal nenek moyangnya. Dalam situasi yang demikian perkawinan antar suku, bahkan antar bangsa tak terhindarkan. Oleh Sebab itu sudah makin banyak pemuda Lumbantoruan yang menikah dengan perempuan dari suku non-Batak.

Demikian pula para bere dari Lumbantoruan, yaitu anak atau keturunan dari ibu (boru) Lumbantoruan. Dalam hal ini banyak bere dari Lumbantoruan, yang bersama calon isterinya memohon kepada keluarga Lumbantoruan terdekat untuk memberi (mangampehon) marga kepada sang (calon) isteri tersebut . Dengan demikian praktis keluarga Lumbontoruan tersebut “harus” mengadopsi perempuan non-Batak dimaksud menjadi anaknya putrinya atas restu ketiga unsur marga sesuai dalihan na tolu.
Dengan pemberian marga itu, maka :

1. Bere itu mempunyai Hula-hula
2. Anaknya mempunyai Tulang
3. Cucunya mempunyai Bona Tulang
4. Anak cucunya mempuyai Bona ni Ari

Hal yang sama bisa terjadi pada lelaki non-Lumbantoruan, bisa menyandang marga Lumbantoruan melalui proses memberi (mangampehon) marga atas permintaan pihak keluarga (calon) isteri lelaki dari suku non-Batak tersebut. Hanya memang, peristiwa ini sangat jarang, karena prosedumya lebih ketat dan memerlukan pertimbangan yang lebih matang. Dengan demikian terjamin hak dan kewajibannya dalam adat istiadat orang Batak sampai tiga keturunan.

Editor : Arthur Sihombing (arthursihombing.blogspot.com)
Dikutip dari “Buku Parsada Borsak Sirumonggur Sihombing Lumbantoruan“
Sumber : Tuan Guru Sinomba

Minggu, 25 Januari 2009

Anggota IMBR

Arthur D Sihombing
Aprianto Simatupang
Winner Sagala
Parlon D Sihombing
Mandrijan Situmorang
Dedi Hartanto Lubis
Martinus S Siahaan
Sastro Simanjuntak
Junaidi Nainggolan
Citra Bakkara
Sudarman Saragih
Rowinson Sitanggang
Jonson Sihotang
Simson S Manurung
Jamarudut Samosir
Alpandi Tampubolon
Flohrida Sitorus
Meylinawati Aritonang
Radot Harianja
Sahala Hutajulu
Edward Nababan
Jandrie Sembiring
Eva Sitompul
Iwan Napitupulu
Riski Hutasoit
Nelson Aritonang
Erwin Simanungkalit
Lius Silaban
Desy Sembiring
Crispen Marbun
Valen Ambarita
Sihol Sihotang
Joni Sinaga
Hendri Harahap
Ezra Silaban
Erikson Manurung
Juara Marpaung
Dedi R Silaen
Lestari Simatupang
Ferodame Sinaga
Khoiruddin Nasution

bagi rekan-rekan yang mau ikut bergabung, silahkan menghubungi imbr_red@yahoo.com

Pendirian IMBR

Ikatan mahasiswa Batak Riau (IMBR) didirikan atas kesadaran dan komitmen para pelopornya ( Arthur Donald Sihombing, Aprianto Simatupang, Parlon Sihombing, Winner Sagala, Mandrijan Situmorang, Dedi Hartanto Lubis, Martinus Siahaan, Alpandy Tampubolon, dkk lainnya), mengingkat bahwa pentingnya kesatuan dan solidaritas serta kasih sayang diantara mahasiswa yang bersuku bangsa batak di Riau untuk dapat berkontribusi bagi bangsa khususnya masyarakat Riau dengan gerakan dan kegiatan yang bernilai.

Horas,.......
Salam Perjuangan,......

Mari Bergabung

Horas,..........
Salam Perjuangan,......

Kami, KB Ikatan Mahasiswa Batak Riau (IMBR) menghimbau dan mengundang angka dongan (rekan-rekan) mahasiswa yang bersuku bangsa batak di wilayah Riau yang mau ikut bergabung bersama kita untuk bersama-sama membangun organisasi ini dengan gerakan dan kegiatan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara kita ini.

Woe angka lae dohot ito, unang be holan na modom karejonta.
Beta ma mangangkat ram tu jolo, manimbung ram tu toru asa jumpang na taparsinta.
Artinya, kita perlu bersatu, melangkah secara bersama-sama supaya apa yang kita inginkan dapat tercapai.

Songoni majo ate,...
ta pa ganjang pe muse ceritanta..